Analisis Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" - Sapardi Djoko Damono

ANALISIS PUISI

Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari

Karya : Sapardi Djoko Damono


A.        Unsur Instrinsik


·         Tifografi
Pada puisi Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi Djoko Damono, tipografi yang ditampilkan adalah bentuk rata kiri dan lurus bawah. Puisi itu diberi wajah yang sederhana untuk memperkuat makna yang disampaikan. Tipografi puisi diatas dibentuk oleh tiga bait, yang mana jumlah baris tiap bait berbeda-beda. Pada bait pertama, terdiri atas empat baris yang mana tiap baris mempunyai jumlah kata yang berbeda sehingga menimbulkan tampilan yang tidak rata kana-kiri, melainkan hanya rata kiri saja. Pada bait kedua terdiri atas dua baris yang disusun sama seperti bait sebelumnya. Bait ketiga terdiri atas dua baris. Bait ketiga, keempat, dan kelima, masing-masing terdiri atas empat baris yang disusun sama seperti bait sebelumnya. Antara bait satu dan yang lainnya diberi jeda (spasi). Hal itu sebagai penanda perpindahan bait. Karena mungkin setiap bait mengandung makna yang terpisah. Jumlah baris dalam satu bait berbeda-beda. Demikian juga jumlah kata dalam satu baris juga berbeda-beda. Hal itu menimbulkan panjang pendeknya tampilan baris.Walaupun baris dibuat rata kiri, namun sebelah kanan terlihat tidak rata (berberaturan). Penampilan yang semacam itu tidak akan membuat pembaca atau penikmat puisi bosan.

·         Diksi
Diksi adalah pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana, sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca (Fajahono. 1990:59).
Kata-kata yang digunakan pada puisi ini mudah untuk dipahami, contoh pada kata “Pada Suatu Hari Nanti” pembaca bisa mengerti maksud dari puisi ini bahwa menceritakan sesuatu yang akan datang. Lalu pada kata “Jasadku Tak Akan Ada Lagi” sudah jelas bahwa suatu saat nanti tokoh ku tidak akan ada lagi di dunia ini. dan kata-kata pada bait selanjutnya mudah dipahami karena lebih ke makna yang sebenarnya. 

·         Majas
Bahasa figuratif atau majas adalah bahasa kiasan yang mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup. Bahasa figuratif atau majas terdiri dari perbandingan, metafora, perumpamaan epos, dan personifikasi.
Pada puisi ini hanya terdapat majas metafora. Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak menggunakan kata-kata perbandingan. Metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain (Becker, 1978:317).

                  Yaitu pada bait I, II, dan III :

Bait I
                  Tapi dalam bait-bait sajak ini
                  Kau takkan kurelakan sendiri

Bait II
                  Tapi di antara larik-larik sajak ini
                  Kau akan tetap kusiasati

Bait III
                  Namun di sela-sela huruf sajak ini
                  Kau takkan letih-letihnya kucari


Pada kata-kata tersebut menggunakan majas metafora karena mengumpamakan sesuatu dengan larik, bait dalam sajak.

·         Citraan
Pengimajian atau pencitraan adalah suatu kata atau kelompok kata yang digunakan untuk mennggunakan kembali kesan-kesan panca indera dalam jiwa pembaca.

1.      Imajeri Pandang
                         Jasadku tak akan ada lagi
                         Tapi dalam bait-bait sajak ini
                         Tapi di antara larik-larik sajak ini
                         Impianku pun tak dikenal lagi
                         Namun di sela-sela huruf sajak ini
                         Kau takkan letih-letihnya ku cari   

2.      Imajeri Dengar
Suaraku tak terdengar lagi
3.      Imajeri Rasa
                         Kau takkan kurelakan sendiri
                         Kau akan tetap kusisati


·         Amanat
Amanat adalah pesan yang akan disampaikan oleh pengarang. Amanat dari puisi ini adalah bahwa penyair ingin menyampaikan kesetiaannya kepada pembaca walaupun ia sudah tidak adil, pembaca tak usah sedih. Karena dia tetap setia dan tetap bisa menemani pembaca dengan karya-karya nya.

·         Verifikasi

1)  Rima
Rima adalah unsur bunyi untuk menimbulkan kemerduan puisi, unsur yang dapat memberikan efek terhadap makna nada dan suasana puisi, dan juga rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Pada puisi ini semua baitnya mempunyai akhiran “i” yang memberikan kesan kesetiaan, pengandaian dan rayuan terhadap sesuatu yang akan dihadapi. 

2)  Ritme 
Ritme adalah pengulangan bunyi, kata, frase dan kalimat pada puisi. Pada puisi ini ritma terdapat pada bait I, II, dan III yaitu pengulangan klausa “Pada suatu hari nanti”.

·         Nada
Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca. Sikap penyair pada puisi ini adalah lembut dan halus karena ia menjelaskan bahwa walau suatu hari nanti ia tidak ada, tapi karya-karyanya akan selalu ada menemani para pembaca.

·         Perasaan
Perasaan adalah suasana perasaan sang penyair yang diekspresikan dan harus dihayati oleh pembaca. Pada puisi ini, penyair merasa sedih karena pada suatu hari nanti ia akan meninggalkan sosok kau pada puisi ini yang bisa berarti pembaca, tetapi ia pun senang karena walaupun suatu hari nanti ia tiada, tapi ia tetap menemani dan keberadaannya itu digantikan oleh larik-larik sajak dan kenangan indah semasa hidup.

·         Tema
Tema adalah ide atau gagasan yang menduduki tempat utama di dalam cerita. Puisi Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi Djoko Damono, mempunyai tema kesetiaan. Kesetian terhadap kau yang bisa berarti pembaca, walaupun aku dalam puisi ini tidak ada, tetapi dia akan tetap setia ada bagi pembaca. 

·         Kata Konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama, tetapi secara konotatif tidak sama, bergantung pada situasi dan kondisi pemakainya. Atau dengan kata lain, kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Seperti pengimajian, kata yang dikonkretkan juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang.

                  Pada puisi ini kata kongkret terdapat pada kata :

                  Namun di sela-sela huruf sajak ini
                  Kau takkan letih-letihnya kucari


Penyair mengiaskan bahwa kehidupan itu disamakan dengan sela-sela huruf pada kata-kata dalam sajak, yang penyair tak lelah atau letih mencari tujuannya.

B.        Unsur-Unsur Ekstrinsik


·         Biografi Penyair
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (lahir 20 Maret 1940 di Surakarta) adalah seorang pujangga Indonesia terkemuka. Ia dikenal dari berbagai puisi-puisi yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat populer.Masa mudanya dihabiskan di Surakarta. Pada masa ini ia sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sejak tahun 1974 ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, namun kini telah pensiun. Ia pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar. Pada masa tersebut ia juga menjadi redaktur pada majalah “Horison”, “Basis”, dan “Kalam”.
Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1986, SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah "Kebudayaan Suku Madura, Jawa Timur"

Makalah "Pengaruh Munculnya Ojek Online Terhadap Masyarakat"